The B19 Boi – The One who have Impossible Dream.



Terimakasih telah menyempatkan membaca tulisan ini.

“Never give up on what you really want to do. The person with big dreams is more powerful than the one with all the facts.”
“I am thankful for all of those who said NO to me. Its because of them I’m doing it myself.”
- Albert Einstein

3 Jam lagi usia saya bertambah menjadi 19 tahun. Tak banyak memang yang dapat saya ceritakan sekarang, mengingat sempitnya waktu dan kondisi ‘kesehatan’ saya yang kurang baik. Tapi saya yakin kesehatan saya Segera membaik.

Namun, Izinkan di tulisan ini saya membahas 3 (tiga) hal:
  1. Waktu
  2. Nilai
  3. Keseimbangan



Waktu.

Para Ilmuan, cendekiawan, ahli fisika masih bingung dalam persoalan waktu. Apakah waktu itu? Apa benar ia hanya berjalan searah saja? Para ahli yang saya sebutkan diawal tadi pun masih belum bisa memberikan jawaban pasti. Penelitian terus menerus dilakukan oleh para ahli, pengetahuan tentang waktu tidak akan pernah final, seperti yang Tan Malaka katakan, “ketika tuan bilang ‘satu’, saya bilang ‘dua’, ketika tuan bilang ‘sejuta’ saya bilang ‘sejuta ditambah satu’”.

Namun satu hal yang pasti dari waktu: ia berkurang, terutama bagi kita.  
Coba pikirkan, berapa jam yang anda habiskan untuk Menonton bola? Menonton drama korea? Scrolling di Instagram ? Bergosip dengan teman?, Sementara, Berapa jam yang dihabiskan untuk menambahkan kemampuan diri ? (membaca buku, berdiskusi, beribadah, dlsb), Berapa jam yang dihabiskan untuk bersilaturahmi dengan kerabat terdekat, terutama dengan keluarga ?
Waktu kita berkurang, begitu juga dengan kesempatan kita.


Menurut penelitian, hampir 1/3 dari hidup kita digunakan untuk bekerja (http://www.gettysburg.edu/news_events/press_release_detail.dot?id=79db7b34-630c-4f49-ad32-4ab9ea48e72b

Ada pepatah mengatakan, “If you don’t find a way to make money while you sleep, you will work until you die”. “Jika anda tidak menemukan cara untuk menghasilkan pemasukan untuk anda ketika anda tidur, maka anda akan bekerja sampai mati”.  Jadi pilihannya ada dua; anda kerja (utk mengumpulkan modal utk kuliah), masuk kuliah (karena sekarang demand industri butuh setingkat bachelor / sarjana untuk dapat memberikan ‘upah’ yang menurut sebagian, besar). Lalu kerja, gaji kurang besar, pindah kerja, lalu kerja, sampai mati. Atau buka usaha kecil-kecilan yang berkemungkinan jadi besar. It’s totally your choice to choose from that two choices. Itu pilihan anda mau pilih yang mana dari kedua pilihan itu.

Saya hanya tidak suka dipatok 8 jam sehari (yang sebenarnya bisa 10 jam lebih) untuk melakukan hal yang mendatangkan upah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Terlebih untuk melakukan kerja-kerja mekanis didalam cubicle yang nanti di masa depan akan tergantikan oleh mesin.

I have to get a job that involves thinking, creativity, and collaboration. (the three things that I like most).
Saya harus mendapat pekerjaan yang melibatkan berpikir, kreatifitas, dan kolaborasi. (tiga hal yang saya sangat sukai)
Or, I have to create that Jobs!
Atau, Saya harus menciptakan pekerjaan-pekerjaan itu!

Because if you involve thinking, creativity, and collaboration in your work, you’ll not only get wages that you can use to buy your life necessities, instead you will get a big Extra VALUE to your life. Which I’ll explain it very soon.
Karena jika anda melibatkan berpikir, kreatifitas, dan kolaborasi didalam pekerjaan anda, anda tidak hanya akan mendapatkan ‘upah’ atau gaji yang anda dapat gunakan untuk membeli dan membiayai kebutuhan hidup anda, justru anda akan mendapatkan NILAI TAMBAH yang akan berguna dalam kehidupan anda. Yang mana Saya akan jelaskan sebentar lagi.




Nilai.
Ini bukan sekedar angka yang tertulis di raport / ijasah anda, ataupun transkrip nilai kuliah anda, maknanya melainkan lebih besar dari itu.
Ia apa yang kalian sering sebut sebagai ‘nurani’, apa yang kalian sering sebut sebagai ‘kecerdasan’, apa yang kalian sering sebut sebagai ‘kedermawanan’. Banyak sekali makna nilai, bukan dipersempit sebagai angka hitam diatas putih belaka.

Jika anda membeli mutiara, yang satu harga nya $30 tapi mutiara tersebut sudah kotor, lecet-lecet, dan tidak bersertifikat, atau yang satunya lagi, harga nya lumayan mahal yaitu $130 tetapi ia sangat bersih (saking bersihnya anda sampai bisa berkaca pada nya), tidak ada goresan sedikitpun, dan memiliki sertifikat yang berlaku selamanya. Mutiara pertama memiliki NILAI-NILAI NEGATIF dengan harga yang murah, Mutiara kedua memiliki NILAI-NILAI POSITIF namun ia memiliki harga yang mahal.
Mutiara mana yang anda akan beli?

Kurang lebih begitu juga dengan manusia,
Manusia melihat sesamanya melalui VALUE, atau NILAI.
Contohnya, jika anda tahu yang menulis ini adalah Ahmad Zacky (CEO Bukalapak) bukan nya Ardi Muhammad (belum CEO ARUBY Games) pasti anda akan lebih antusias dalam mebaca tulisan ini dan tentunya akan membacanya lebih seksama, bukan?
Itu adalah salah satu contoh Intangible Value (nilai yang tidak terlihat), berupa kredibiltas.
Masih banyak lagi contoh-contoh nilai, seperti misalnya professor di kampus yang di hormati karena gelar Prof nya, sehingga muridnya tidak berani membantahnya di ruang kuliah karena kredibilitas nya (padahal argumen yang disampaikan prof itu salah, namun karena kredibilitas nya professor, si mahasiswa tidak berani membantah.)

Dalil (argumen) yang saya ingin tekankan disini adalah:
Semakin banyak NILAI POSITIF yang anda miliki, maka anda akan semakin dilihat BERNILAI TINGGI oleh orang lain, begitu juga berlaku yang sebaliknya.

Contoh lain, Bill Gates, banyak orang tahu dia adalah salah satu orang terkaya, tetapi hanya sedikit dari sebagian orang itu yang tahu bahwa dia juga seorang ‘dermawan’, seorang philanthropist, dengan mendirikan Yayasan Bill & Melinda Gates Foundation. Jadi, orang memandangnya, selain pebisnis, ia adalah seorang dermawan.

Semoga anda menangkap pesan tersirat yang ingin saya sampaikan.




Keseimbangan
Ini adalah faktor terpenting,
Tanyakan kepada akuntan, tanyakan kepada ekonom, tanyakan kepada Ahli-ahli agama.
Coba kita pakai contoh berupa kapal laut, pernah ketika usia saya 15 atua 16 tahun, saya diajak naik kapal, menyebrang dari Muara Angke ke Pulau seribu. Ketika memasuki kapal, si ‘kenek’ lantas mengatur posisi duduk kami, “Tiga di kiri, tiga di kanan, seimbangin ya.”
Tentulah kapal harus seimbang agal tidak berat sebelah, kenapa tidak boleh berat sebelah? Karena jika begitu maka kapal miring dan rawan untuk tenggelam.

Kurang lebih begitu juga dengan kehidupan.

Banyak contoh yang dapat kita lihat di sekeliling kita, keluarga kecil yang hidupnya tidak terlalu bermewah-mewahan, namun mereka saling mencintai satu sama lain dan merasa hidupnya tercukupi. Di sisi lain, ada seorang CEO berumur 25 tahun yang perusahaannya sudah sangat sukses, namun masih belum memiliki istri, bahkan baru saja diputusi pacarnya. Yang kebanyakan berpikir tentang persoalan itu sehingga takut untuk menikah dengan alasan ‘nanti aku dapat istri yang matre, terus Cuma manfaatin hartaku, lalu aku ditinggal’.

Contoh lain lagi, sang CEO perusahaan tadi. Ia sedang bingung karena omset perusahaan turun, sementara payment period yang disepakati bersama investornya sebentar lagi akan tiba pada due date. Dengan, seorang pemilik usaha jual-beli mobil bekas yang tiap bulannya laku 5 mobil dan dapat untung bersih 100 juta per bulan. Lebih bahagia manakah?

Contoh terakhir yang ingin saya berikan; sang CEO sedang pulang dari kantornya, sibuk menimbun, menghitung, dan membunga-kan harta nya yang didapat dari perusahaan-perusahaannya, sembari berkata “hmm… tidak ada yang boleh terlewat sepeser dan sedetikpun, pokoknya harus untung!”, setelah itu, datang si miskin mengetuk kaca mobilnya sembari berkata, “kasihan pak, belum makan tiga hari”. Lalu si CEO menjawab, “Minggir kau, kau tidak masuk dalam hitunganku, kau hanya membuang waktuku, enyahlah!” teriaknya sambil melempar uang receh dua ratusan.

Atau, si bapak pemilik usaha jual beli mobil bekas tadi, yang tiap bulan menyantuni berbagai macam yayasan dan panti asuhan, dan membantu menyumbang di berbagai macam pembangunan rumah ibadah, dlsb. Yang dari sumbangan rutin yang diberikan si bapak tersebut, kredibilitasnya meningkat, karena itu penjualannya meningkat sehingga omzet yang dihasilkan pun bertambah berkali-kali lipat.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Pesan terakhir di Usia saya yang ke 18:

وَالْوَقْتُ أَنْفَسُ مَا عَنَيْتَ بِحِفْظِهِ … وَأَرَاهُ أَسْهَلَ مَا عَلَيْكَ يُضَيَّعُ
Waktu adalah perkara paling mahal yang perlu engkau perhatikan untuk dijaga, tetapi aku melihatnya paling mudah engkau menyia-nyiakannya. (almanhaj.or.id)

Dalam hadist lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda,

“Barangsiapa yang diberikan usia 60 tahun oleh Allah, maka Allah tidak lagi menerima alasan-alasannya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hazim dari ayahnya, dari Sa’id, dari Abu Sa’id al-Khudri, dari Abu Hurairah).

Maksudnya, Allah mencela orang yang menyia-nyiakan panjang usianya dengan hal-hal yang tidak berguna. Jika di akhir usianya, orang itu banyak berangan dan beralasan, misalnya dengan berkata, “Sekiranya Allah memanjangkan umurku lagi niscaya aku bisa lebih banyak melakukan kebaikan,” maka ucapannya ini tidak akan pernah diterima Allah. Allah sudah menutup baginya pintu alasan. (hidayatullah.com)

Berapa usia kaum muslim rata-rata? Berkisar antara 60 hingga 70 tahun. Hal ini dinyatakan dalam berbagai riwayat hadist. Salah satunya diriwayatkan oleh Muhammad ibn al-Musayyab ibn Ishaq. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda,

“Usia umatku berkisar antara 60 hingga 70 tahun. Sedikit sekali di antara mereka yang melebihi usia tersebut.” (hidayatullah.com)

Yak, sebagai orang yang memeluk agama islam, tentunya saya harus mengimani, memahami, dan mempraktikkan ajaran ini. Betapa banyak peringatan yang diberikan tentang waktu, baik berupa ayat Al-Qur’an, Hadits, ataupun perkataan para sahabat nabi. Bahkan jika mau, dengan logika saja sudah bisa dicapai sebuah kesimpulan;

  1. Nabi Muhammad ketika wafat berusia sekitar 60 tahun
  2. Nabi Muhamad pernah berkata usia umatnya beriksar 60-70 tahun.
  3. Setahun lagi saya akan menginjak usia 20 tahun, yang mana itu adalah sepertiga (1/3) dari 60


Sepertiga (1/3) itu bukanlah angka yang kecil, kalau iya saya bisa hidup sampai usia segitu, kalau engga? Jadi, anggaplah sepertiga telah terpakai, sisa 2/3 lagi. Mau digunakan untuk apakah yang dua pertiga itu ? berapa waktu yang di porsir untuk pengembangan diri? Berapa Untuk berbisnis? Berapa Untuk bersedekah?

Saya tutup dengan pertanyaan, bahwa CEO yang dibahas di bagian ‘Keseimbangan’ diatas, saya pastikan dia bukan CEO ARUBY Games.

Sekian;

the 18 Years old ARDI.


Latest
Previous
Next Post »