Prolog.
Aku disini, di depan layar kaca yang dapat dilipat yang juga memiliki tuts yang berfungsi untuk mengerjakan banyak hal.
Kenalkan, namaku Ardi. Kini aku berusia 18 tahun, sedang menjalani masa pubertas, masa dimana aku sedang mencari jati diri, mencari sumber pemikiran dan pendapat, mencari kewarasan. Aku dibuatnya menderita, entah kapan masa ini berakhir.
Perasaanku campur aduk; bahagia, karena mendapat ‘beasiswa’ Apple Developer Academy untuk cohort 2019-2020, ‘stress’ karena harus ekstra bekerja keras mengejar deadline untuk beberapa project pribadiku, sebuah game dan sebuah blog. Yang kuharap aku dapat mendapatkan seperak dua perak darinya untuk menghidupi aku dan tim ku. Dan sedikit ‘galau’ karena flashback akan ‘mantan’ ku yang terakir, karena tepat di bulan desember tahun lalu itulah terakhir kali kami pergi ‘kencan’ bersama ke sebuah coffee shop.
We’ve talked lots of things, we laugh, we share love. But a month later she decided to ends it right away, “to make me feel better”, she said. If so, that’d be okay. But I’ll still miss her a lot.
Okay, so let’s go back to ‘reality’.
Dua bulan yang lalu (bulan september tepatnya) aku resign dari perusahaan tempatku bekerja, sebuah software house di daerah klender. Sebenarnya bekerja disana itu menyenangkan, tetapi sekitar sebulan sebelum aku resign, aku merasakan hal yang berbeda. Pak Bos yang semakin bossy, rekan kerja ku yang kurang supportive, dan tekanan deadline yang menurutku tidak waras.
Dan juga aku sedang memiliki sebuah proyek freelance dengan nominal yang cukup besar, yang membuatku nekat untuk segera resign dan melanjutkan freelance saja. Pada awalnya freelancing terasa menyenangkan, kau dapat bekerja dimana saja kapan saja, tentunya ingat deadline. All of the sudden became worst ketika aku kehabisan proyek. Entahlah, ternyata freelance ada anyep nya, kalau istilah tukang ojek.
Untungnya aku masih memiliki beberapa ratus ribu untuk bertahan hingga maret nanti. ya maret, karena di bulan maret aku akan dapat beberapa fasilitas dari Apple Developer Academy, Macbook Pro, iPhone terbaru, dan tentunya, stipend alias uang saku yang besarnya cukup besar (untuk aku saat ini) dan itu sangat lebih dari cukup untuk menunjang kebutuhanku.
Aku juga mengalami beberapa insecurities, beberapa dari mereka yaa classic teenage problems, seperti ‘kekurangan’ uang, kesepian karena tidak punya pacar *halah, and the most important, the searching of my true soul (pencarian jati diri) nanti ku bahas dilain waktu ya.
Aku sangat tertarik pada Game, aku sudah mulai main game sejak usia 4 tahun, sejak almarhum ayah membelikanku console game nintendo, aku mulai bermain mario bros dan sonic the hedgehoc. Lalu pada saat aku di-khitan sekitar kelas 4 SD, ayahku memberikanku seperangkat PC yang dapat kugunakan untuk menggambar, mengerjakan tugas sekolah, dan tentunya, bermain game. What a great chilhood memories.
Hari ini, terhitung dari 2012, sudah genap 6 tahun aku berkecimpung di dunia Game Development, dan kurang lebih 3 tahun aku berkecimpung di dunia Game Industry. (gampangnya, aku sudah 6 tahun bikin game dan sudah hampir 3 tahun aku berusaha mendapatkan uang dari game)
Dan aku bermimpi suatu saat aku akan mempunyai perusahaan gameku sendiri.
Euphoria itu dimulai ketika aku belajar Macromedia Flash ketika umurku 12 tahun (tahun 2012) dan berhasil membuat beberapa ‘games’ dengannya. Kenapa quote-on-quote ‘games’ karena game yang waktu itu aku buat berupa kuis multiple choise, jadi ga bisa dibilang ‘games’ seperti pada umumnya, lebih kepada edu-games.
Lalu setelah membaca artikel di sebuah website, yang mengatakan bahwa, “dengan game flash kamu bisa menghasilkan uang”, makin semangatlah diriku dalam membuat games, maka aku belajar cara membuat ‘games’ yang sebenarnya, mulai dari puzzle-jigsaw, tembak-tembakkan, banyak yang kupelajari. (Isn’t that cool that you can make money – or make a living, at least -- with doing the things that you like?)
Cara menghasilkan uang melalui game sendiri pada waktu itu adalah dengan menjual game yang kita buat kepada publishers, publisher adalah sesorang (atau sebuah instansi) yang membeli game kita (atau bekerjasama) lalu memasangnya di website nya untuk mendapatkan keuntungan.
Bisa saja kita self publish, pasang game kita di website kita sendiri, tapi itu akan membutuhkan banyak biaya untuk setup hosting, domain, promo iklan, dll. Maka kuputuskan waktu itu untuk menggunakan cara yang pertama saja.
Persaingan ketat, gameku kalah bagus. Jadi sampai era dimana Flash di dunia website sudah mati, aku tidak dapat menghasilkan sepeser pun dari menjual game flash. Yuk lanjut.
sejak saat itu aku hiatus dari dunia ‘industri’ game ini, sampai saat.. kurang lebih 2016 awal, aku membaca sebuah artikel dalam bahasa inggris (yang mana waktu itu bahasa inggris ku belum terlalu bagus jadi aku harus menggunakan buka kamus untuk mengerti isi berita nya) yang mengatakan bahwa industri game mobile saat ini sedang meledak. Ya, meledak adalah kata yang tepat karena saat itu industri game mobile tengah kejar-kejaran dengan industri game PC dan console.
Lalu aku melihat berita yang menyiarkan ada seorang kuli panggul (maaf, bukan bermaksud merendahkan profesi kuli panggul) yang bisa menghasilkan $1000 dari mobile games.
Aku jadi sangat penasaran dengan industri mobile games ini. Lalu setelah ku pelajari lebih lanjut, ternyata cara menghasilkan uang dari mobile games cukup mudah; ngga harus bersaing dengan developer lain dalam mengharap game nya dibeli publisher untuk dapat dijajakan kepada pemain, melainkan kita dapat langsung menjajakan games buatan kita kepada players, mereka dapat mendownload di Toko aplikasi (Google Play Store dan Apple App Store) dan kita sebagai developer bisa mendapatkan revenue atau penghasilan dari pembelian item (virtual goods) yang terdapat di dalam games, atau dengan menampilkan iklan didalam game kita.
Kebetulan tahun itu ada kawan lama ku yang mengajak untuk membuat aplikasi chat, namun setelah aku bicara dengannya; “membuat aplikasi chat tidaklah mudah, butuh banyak biaya untuk operasional, sewa server, dll” dan setelah ku-rayu dan bujuk untuk membuat games mobile saja, maka akhirnya aku, temanku itu, dan temannya, sepakat untuk membuat sebuah ‘perusahaan game’. Waktu itu kami belum tahu namanya apa, dan akhirnya ‘perusahaan’ itu dinamai ARUBY Studio. Ardi Rudi dan Bayu. Simple but works. Lalu untuk keperluan branding, kami mengganti kata ‘studio’ dengan ‘Games’. Jadilah ARUBY Games. Kalian bisa baca selengkapnya tentang asal-usul tim ku ini di www.bit.ly/arubystory
Singkat cerita, game pertama kami hanya mendapat 1000 download selama 1 tahun, dan menghasilkan pemasukan sebesar Rp0, yup. Dan tentu, perusahaan yang gaada masa depannya tentu bakal ditinggal pegawainya, some of my teammates said. Latihan mental juga sih untuk saya denger hal yang kaya gitu.
Game kedua kami menghasilkan Rp23.000,00 dari iklan. Well, cukup buat ngopi dan beli gorengan di pinggir jalan, Haha J
Dan kini, desember 2018, tim kami sedang mengembangkan game ketiga kami, kami cukup pede dengan game ketiga ini, pasalnya kami sudah melakukan market-research, testing, game design research, dan masih banyak lain lagi yang tentunya dapat menunjang kemungkinan sukses nya game kami yang kali ini. Kami banyak belajar dari dua game kami yang sebelumnya, banyaknya kegagalan kami membuat kami harus banyak bebenah. Terutama di bidang produksi, marketing, serta manajemen proyek.
Faktanya, tim kami yang awalnya hanya 3 orang, sempat menjadi 9 orang. Damn, aku yang ngga punya pengalaman ber-organisasi, nge-lead 9 orang untuk bikin game? Wah pasti kacau, dan yak benar. Kacau.
Dari pengalaman yang lalu-lalu, aku banyak belajar, gimana cara nge-handle orang, cara berkomunikasi, cara ‘merintah’ agar ga terkesan merintah, dan masih banyak lagi. Dan tentunya mental ku juga terasah, berkat beberapa ‘pujian’ dan masukan dari beberapa ex-arubriliant, thanks ya J
Kini tim ku hanya berjumlah 5 orang, 2 orang tidak bisa aktif karena sedang menjalani urusannya, dan yak, tinggal 3 orang saja. Aku sebagai CEO (chief everything officer) yang handle Programming, Marketing, Project Management, lalu ada Sadilah yang bertugas sebagai Artist, yang bikin graphical assets buat game ketiga kita, dan ada Ridho yang berfungsi sebagai tester game dan juga game designer kita.
Making game is fun,
Especially when you can make a living from it.
Ardi, 25 December 2018.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon